Tak ada yang dapat menyangkal bahwa tujuan adanya suatu pemerintahan adalah agar keadilan dapat ditegakkan, kesejateraan warga negara dapat diwujudkan, keilmuan dapat kembangkan dan keharmonisan masyarakat dapat diciptakan. Apa yang telah dicapai oleh pemerintahan suatu sejauh ini dan bagaimana tujuan itu dicapai adalah pertanyaan penting dan harus menjadi perhatian setiap pemilih.
Muhammad Yusuf el-Badri – Mahasiswa Doktor Islamic Studies UIN Jakarta
Pilkada tidak hanya sebatas peluang atau tingkat keterpilihan sang calon kepala daerah dan berapa banyak dukungan yang diperoleh. Soal keadilan hukum, ekonomi dan sosial, kesejahteraan, dan kemiskinan, pengembangan lembaga pendidikan dan produksi ilmu pengetahuan di suatu daerah penting diperhatikan.
Di beberapa daerah isu penting dan utama tak terlalu populer dalam pembicaraan masyarakat bila dibandingkan dengan masalah kemaksiatan, perzinaan, pencurian, bunuh diri dan kejahatan lain yang merajalela. Masyarakat lebih gerah rendahnya moralitas dibanding kemiskinan, ketertinggalan dan kebodohan.
Atas dasar selera masyarakat ini, hampir semua calon kepala daerah membangun pencitraan sebagai individu yang saleh dan anti maksiat pula. Sehingga menjelang pemilihan berlangsung tak sedikit calon kepala daerah ikut terlibat dalam penggrebekan dan penangkapan pelaku asusila. Padahal bila ditelisik lebih jauh, rata-rata masalah kejahatan moralitas itu berpangkal pada masalah ekonomi yang tidak pernah selesai.
Rendahnya tingkat kesejahteraan, kurangnya pendidikan warga masyarakat, tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup. Sehingga tak sedikit anak-anak muda yang terpaksa melacur, mejual diri, merampok, berdagang narkoba, mencuri bahkan membunuh demi memenuhi kebutuhan hidup. Alih-alih mencari solusi terhadap persoalan yang ada, kita -pemilih lebih sibuk memperdebatkan siapa yang lebih saleh dan taat beragama.
Sementara, menjadi kepala daerah adalah kerja mewujudkan kesejahteraan, menegakkan keadilan hukum, dan membangun ekosistem sosial ekonomi. Dengan demikian, orang yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin daerah adalah orang yang punya visi pembangunan hidup bersama, mengerti bagaimana mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan mutu pendidikan.
Kompetensi ini mesti diutamakan dari sekadar kesalehan pribadi dan laku antimaksiat untuk seorang pemimpin. Kesalehan individu itu penting. Tetapi sebagai penanggung hajat hidup orang banyak, maka bagi seorang pemimpin upaya memenuhi hak warga negara adalah lebih penting. Bila seorang pemimpin itu tidak saleh maka itu adalah tanggungjawab individunya pada Tuhan dan segala akibat yang ditimbulkannya hanyalah untuk dirinya sendiri.
Seandainya dia adalah seorang yang saleh maka kesalehannya hanya menghindarkan dirinya seorang dari neraka. Kesalehannya tidak dapat menyelamatkan ribuan warga negara yang terancam mati kelaparan atau anak yang putus sekolah. Sebaliknya, bila seorang pemimpin punya kompetensi untuk kesejahteraan, menciptakan lapangan kerja dan membangun pemerintahan yang adil maka hal itu akan berdampak pada kehidupan ribuan bahkan jutaan hidup warga negara.
Kompetensinya itu dapat menyelamatkan ribuan orang miskin dari kejahatan dan kebodohan dekat dengan kekafiran. Oleh sebab itu, menjelang pemilihan kepala daerah dilakukan, kompetensi kepemimpinan calon ini mesti menjadi perhatian semua pihak dan mendorongnya sebagai pertimbangan bagi warga negara untuk memilih.
Semoga dalam pemilihan kali ini provinsi Sumatera Barat dapat memilih orang yang tidak hanya tampak saleh sebagai sebagai pribadi tapi juga mampu menghadirkan keadilan dan kesejahteraan, menciptakan lapangan kerja dan memutus mata rantai kebodohan. Bila semua politisi yang mangajukan diri sebagai calon kepala daerah punya potensi kejahatan dan kebaikan yang sama, maka utamakanlah yang mempunyai visi hidup bersama untuk kesejahteraan bersama.
Hanya dengan terciptanya kehidupan yang sejahtera dan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak kejahatan moral dan susila dapat dihentikan. Sebagai penutup dari tulisan ini ada perkataan Imam Ahmad bin Hanbal yang layak dijadikan pegangan ketika ia ditanya tentang dua orang yang akan menjadi pemimpin.
Satu orang adalah orang kuat (punya kompetensi dan mengerti tujuan pemerintahan) tapi fasik dan yang lain adalah orang saleh tapi bodoh (tidak mengerti tentang tujuan pemerintahan). Imam Ahmad bin Hanbal menjawab; orang kuat yang fasik, maka kekuataanya dapat bermanfaat untuk kaum muslim, sementara orang saleh tapi bodoh maka kesalehannya untuk dirinya sendiri sedang kebodohannya akan berakibat pada kaum muslim.
Nabi Muhammad saw berkata, hampir-hampir kemiskinan dapat membuat seseorang menjadi kafir. Dengan demikian calon pemimpin daerah yang mengerti tentang bagaimana mensejahterakan, menciptakan lapangan kerja adalah lebih utama dari pemimpin yang saleh tapi tidak mengerti cara mencapai tujuan suatu pemerintahan dan kesejahteraan. (*)
Dimuat di harianhaluan.com